- By : Bicara Musik
- 2020-01-22
Mendengarkan Hindia Bercerita
Bicaramusik.id - Kota besar, atau yang lebih dikenal dengan istilah kota metropolitan, selalu menawarkan kebahagiaan untuk mereka yang ada di dalamnya. Kota besar adalah magnet yang mampu menyedot semua orang yang melihatnya dari luar, dan mengikat orang yang lahir dan tumbuh di sana.
Kota besar adalah mercusuar. Kota besar adalah lampu kerlap-kerlip yang selalu menggoda. Di Ibu Kota Indonesia, Jakarta misalnya, setiap tahun orang berbondong-bondong untuk meninggalkan kampung halaman dan bersiap mengadu nasib menjadi lebih baik.
Maka tak heran, Jakarta semenjak dahulunya menjadi provinsi yang padat penduduk. Yang berhasil mengubah nasibnya atas fasilitas yang disediakan kota besar, banyak. Tapi, yang gagal ataupun mengalami kebuntuan, juga banyak. Kesehtan mental menjadi hal yang dekat dengan masyrakat kota besar.
Menurut studi, penghuni kota besar memiliki risiko sekitar 40 persen lebih besar mengalami depresi. Mengerikan, bukan? 20 persen lagi berpotesnsi mengalami anxiety attack (gangguan kecemasan), dan dua kali lipat mengalami skizofrenia dibanding penduduk desa.
Banyak kajian ilmiah yang telah membahas segala masalah ini. Selain kajian ilmiah, seni juga merespons masalah kesehatan mental. Di musik misalnya, yang tentu tak lahir dari ruang hampa, Kunto Aji, membahas secara gamblang permasalahan kesehatan mental lewat album Mantra Mantra pada 2018 silam.
Album ini menyedot khalayak banyak. Tema yang Kunto Aji tawarkan terhubung dengan hidup banyak orang. Lewat lagunya, seperti “Sulung”, “Rehat”, dan “Pilu Membiru”, suaranya sukses menjadi suara hati para pendengarnya. Atas album tersebut, Kunto mulai diperhitungkan dalam jagat musik nasional.
Setahun berselang, seorang pemuda yang juga merupakan vokalis dari grup band .Feast, Baskara Putra atau yang dikenal dengan nama Hindia, menyusul Kunto Aji dengan menciptakan album dengan tema yang terhubung dengan banyak orang. Album tersebut berjudul Menari dengan Bayangan yang berisi 15 trek, yakni 12 lagu dan tiga interlude.
Album tersebut dirayakan dengan sukacita pada 4 Desember 2019 lalu di Jakarta dan akan berlanjut ke kota-kota lain tahun ini. Terdengar jelas perbedaan yang mencolok antara Baskara di .Feast dengan Baskara sebagai Hindia. Di .Feast, Baskara mengangkat isu sosial politik menjadi sesuatu yang layak dibicarakan. Sedangkan di Hindia, Baskara berbicara mengenai sesuatu yang bersifat personal.
Mengenai pilihan tema tersebut, dalam sebuah wawancara, Hindia mengaku tema yang diangkat lebih ditujukan kepada dirinya. Walau pada akhirnya, nasib membawa lagu-lagu Hindia menuju telinga dan hati para pendengarnya.
“Buat gue itu mah, lebih ke terapi buat gue sendiri. Cuma ternyata lebih banyak manfaatnya dari pada mudaratnya. Jadi gue lanjutin. Bahkan sebenarnya dari gue ngeluarin single pertama, gue gak kepikiran bakal jadi mini album,” kata Hindia dalam wawancara dengan Duo Budjang.
Itu lah daya tarik Hindia. Sesuai dengan nama akun media sosialnya (Wordfangs), ia menusuk hati (mencabik jika di .Feast) para pendengarnya (yang relate) melalui kata-kata. Ini menjadikan musik pengiring bukan jadi bahan utama. Musik yang disajikan untuk Menari dengan Bayangan didominasi oleh bebunyian elektronik yang tak pretensius dan jauh dari kata eksperimen (kecuali pada "Belum Tidur", mungkin). Orang setengah awam mungkin berpikir bahwa musik semacam itu bisa dikerjakan sendirian di kamar asal punya sedikit kemampuan mixing/mastering. Percayalah, menjadi musikus tidak segampang itu. Buktinya, Baskara bisa menyajikan penampilan live yang megah dan laku di setiap panggungnya. "Secukupnya" (sebagai kata) mungkin bisa menyimpulkan musik Hindia saat ini.
Lagu-lagu dalam album tersebut bernasib menjadi suara generasi muda yang disudutkan oleh keadaan. Dengar saja di lagu "Secukupnya", Hindia memulai lagunya dengan pertanyaan menohok, "Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang?" Lalu ia melanjutkan, "Tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang, di esok hari."Hindia bagai teman dekat yang melontarkan pertanyaan yang sebenarnya terjadi, namun tak pernah terpikir oleh orang-orang. Karena itu juga, lagu ini akhirnya dipilih menjadi salah satu lagu pengiring film dengan tema serupa, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini.
Lebih lanjut, Hindia mencoba menenangkan dan menepuk pundak pendengarnya dengan bilang, "Dunia tak pernah adil/ kita semua gagal/angkat minumanmu bersedihlah secukupnya."
https://youtu.be/kcc9Kfip2uw
"Secukupnya" memberikan arti bahwa kesedihan bukanlah sesuatu yang dihindari. Rasakan saja, tapi secukupnya. Lain lagi dengan lagu berjudul “Belum Tidur”. Dalam lagu tersebut, Hindia mengajak salah satu penyanyi yang juga sedang menjadi idola, Sal Priadi, untuk bercerita.
Balutan musik tersebut berisikan piano yang menusuk dada. Lagu ini bercerita tentang bagaimana manusia sulit tidur karena mengenang setiap masalah yang dihadapi. “Dunia berhenti pukul tiga pagi,” kata Hindia di lagu tersebut.
Belum lagi lagu seperti "Membasuh", "Evaluasi", "Besok Mungkin Kita Sampai", dan lagu-lagu lainnya dalam album tersebut yang menjadikan Hindia sebagai pencerita yang ulung. Tak hanya bercerita, Hindia menjadi pemantik diskusi yang siap mengajak pendengarnya untuk merenungi setiap langkah dalam kehidupan.
https://open.spotify.com/album/1DAuVHMlBvIjzWZALSUXbn?si=fWdalNUVRIKVCHE3JWm9ZQ
Hindia sadar, secara tidak langsung lewat album ini, dirinya harus mengikis tembok-tembok privasi dalam hidupnya untuk mendengarkan cerita para pendengarnya. “Perlahan-lahan kalau gue harus mengalah untuk mengikis tembok-tembok privasi gue buat orang lain sembuh, ya sudah,” kata Hindia lebih lanjut.
Hindia menjelma sebagai nabi yang siap menjadi pendengar yang baik bagi mereka yang dilanda permasalahan. Benar kata orang, musik tak lahir dari ruang hampa, maka itu album ini patut untuk didengar dengan saksama.
Penulis: Rio Jo Werry
Foto: Dok. Hindia