Menjadi solois pria di Indonesia adalah sebuah profesi sekaligus jalan yang panjang. Namun, jika bermodalkan suara yang indah, wajah yang tampan sekaligus bermain gitar, jalan yang akan dia lewati 99% akan dilalui dengan lebih mudah. Terpujilah Sang Pencipta karena Rendy Pandugo punya itu semua.
Rendy adalah solois pria berusia 33 tahun yang mengawali karier bermusiknya dari internet. Jika Sobat Musik pernah mendengar situs bernama SoundCloud atau bahkan pernah menggunakannya, di sanalah
platform pertama Rendy dalam usaha memperkenalkan kemampuannya bernyanyi sekaligus bermain gitar.
Seringkali ia dibandingkan dengan John Mayer karena
vibes musik yang mirip. Namun, Rendy tidak ingin ia dilabeli "John Mayer-nya Indonesia" atau bahkan dianggap plagiat. Meskipun, ia mengakui bahwa John Mayer merupakan pengaruh besarnya dalam bermusik.
Semuanya itu diawali dari tahun 2012. Beberapa tahun berlalu, Rendy sukses mendapatkan kontrak dengan label besar, Sony Music Entertainment Indonesia dan segera merilis
single berjudul
Sebuah Kisah Klasik. Tidak asing dengan judul lagu itu? Tentu saja karena itu adalah lagu milik band legendaris, Sheila On 7.
Dengan menyanyikan ulang lagu sebesar itu, Rendy langsung mendapatkan apa yang diinginkan. Banyak orang yang mulai mengenalnya dan menyukai suaranya. Dan dia tidak mau melewatkan momentum itu dengan membiarkan pasar musik Indonesia tidak bisa mendengarkan kumpulan karyanya dalam waktu dekat.
Pada tahun 2017, album bertajuk
The Journey dirilis dengan single berjudul
I Don’t Care yang sudah sempat dilempar ke pasar beberapa bulan sebelumnya.
I Don’t Care terhitung sukses dan menjadi langkah awal yang bagus dalam menyiapkan para pencinta musik Indonesia untuk menyambut karya-karyanya selanjutnya.
Rendy sering mengeluarkan
single beberapa tahun setelah
The Journey. Ia tidak sendirian karena karyanya merupakan kolaborasi dengan musisi lain yakni Isyana Sarasvati dan Afgan. Dirangkum dalam mini album
Air, kolaborasi mereka pun bisa terbilang sukses, terutama
single Heaven yang sudah mencapai 24 juta pendengar di
Spotify. Rendy mengakui bahwa
AIR menjadi pengalaman berarti sepanjang karir bermusiknya.
Kemudian, pada tahun 2020, dua mini album dirilis oleh Rendy Pandugo.
Chapter One yang berisi tiga lagu bertajuk
Edge of The Heart, Underwater, dan Why menandai karir musik Rendy aktif kembali. Ketiga lagu memiliki kesamaan karena dikemas dengan instrumen denting piano, tidak seperti ciri khasnya yang dikenal orang yakni gitar. Sebelum mini album ini keluar, ia berlatih piano secara autodidak karena ingin memaksimalkan karya setelah lama tidak produktif.
Setelah
Chapter One, Rendy mempersembahkan
Chapter Two yang juga berisi tiga lagu. Bedanya, mini album tersebut tidak kental dengan piano, melainkan nuansa musik ala Rendy seperti biasanya. Tak sendirian, Rendy mengajak teman musisinya yakni Petra Sihombing dan Teddy Adhitya menciptakan lagu di dalamnya. Ia juga berkolaborasi dengan Enrico Octaviano dalam lagu
Breath Again.
Ada satu hal yang sejak awal Rendy berkiprah di SoundCloud menjadi bahan pembicaraan, yaitu kemiripannya dengan John Mayer. Sesama penyanyi pria, berwajah rupawan, dan bermain gitar pula. Bahkan beberapa kali Rendy juga menyanyikan lagu-lagi dari John Mayer. Namun, yang bisa menilai hanyalah pasar. Rendy sendiri mengakui dia bingung mengapa disamakan dengan John Mayer.
Ya, kalau memang tidak mau disamakan dengan John Mayer, setidaknya Rendy bisa berharap perjalanan kariernya di dunia musik Indonesia bisa sebaik John Mayer, begitu juga dengan rentetan kesuksesan yang terus berada di genggamannya.
Biodata
Nama Artis : Rendy Pandugo
Asal : Medan
Genre Musik : Pop
Tahun Aktif : 2016 – Sekarang
Perusahaan Rekaman : Sony Music Entertainment Indonesia
Website : -
Sources
https://id.wikipedia.org/wiki/Rendy_Pandugo
https://kumparan.com/@kumparanhits/melihat-jejak-karier-rendy-pandugo-si-john-mayer-indonesia-1533793353767965839
Simak
profil artis lainnya pada situs Bicara Musik!