Bicaramusik.id – Efek Rumah Kaca (ERK) telah melepas album mini terbarunya bertajuk
Jalan Enam Tiga 28 Januari lalu. Album mini ini ditujukkan sebagai kenang-kenangan lima tahun tinggalnya sang vokalis, Cholil Mahmud, di New York, Amerika Serikat. Untuk pengerjaan album sendiri, Akbar Bagus Sudibyo (drum) dan Poppie Airil (bas) diboyong oleh Cholil ke New York selama tiga pekan musim panas tahun lalu.
Di hari yang sama dengan perilisan, ERK membuat sebuah
showcase untuk merayakan album mini tersebut di Live House, M Bloc, Jakarta Selatan. Empat trek dari
Jalan Enam Tiga dimainkan di sesi kedua, diapit oleh dua sesi di mana Cholil dkk membawakan lagu-lagu mereka dari beberapa album sebelumnya. Begitu sih kata rekan-rekan yang datang ke sana. Tapi karena tim
Bicara Musik tidak ada yang datang dengan alasan terlalu sibuk, mari kita sedikit mengulas album mininya saja.
https://open.spotify.com/album/7hKmV8dCNWByyqcU7OGInC?si=ELx2PG6vTx2wOS_RxAVldQ
“Tiba-Tiba Batu” jadi nomor pembuka. Lagu ini sudah dilepas September tahun lalu bersama klip video sederhana yang nampaknya diambil di New York. Seperti trek lainnya dalam album mini ini, ERK terdengar sedikit berbeda. Aransemennya lebih sederhana (terlebih dibanding
Sinestesia) dan ada sisi-sisi eksplorasi yang terdengar ingin dicoba. Untuk “Tiba-Tiba Batu”, sisi eksplorasinya terletak di bebunyian
keyboard dipadu dengan dentuman putus-putus bas yang membuat lagu ini terdengar sedikit...,
techno mungkin?
https://youtu.be/HwzN4bK2mU8
Suara khas Cholil (yang punya sedikit nuansa rock Jepang) ditambah keseluruhan lagu masih mengikat lagu ini dengan nuansa ERK album mana pun. Selain itu, tentunya lirik mereka masih begitu sosial. “Tiba-Tiba Batu” menceritakan orang-orang di sekitar yang keras kepala yang isi “kepalanya sumpah serapah semua”.
“Parasnya sedikit menua, seperti layaknya manusia,” nyanyi Cholil di salah satu
bridge. “Tapi kepongahannya tingkatan dewa.”
Trek selanjutnya, “Normal yang Baru”, mungkin yang terdengar paling ERK dibanding semua trek di album ini. Ketukkan drum hati-hati khas permainan Akbar ditambah isian gitar yang tidak serakah menjadi penanda. Kebetulan lagu ini memang punya pesan utama dalam
Jalan Enam Tiga.
“Jika terjadi sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, banyak dari kita yang hanya menggerutu atau bahkan memilih untuk tidak acuh tanpa melakukan aksi untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik,” tutur Cholil seperti dilansir
Tirto.id. “Kalau tidak ada upaya untuk mengubah sesuatu yang buruk menjadi lebih baik berarti artinya kita sepakat akan keadaan yang berakibat keadaan tersebut lalu dianggap menjadi sebuah normal yang baru di masyarakat.”
Hal menarik dari lagu ini terletak pada bagian saat liriknya berbunyi, “Kita amat sibuk, teramat sibuk, Biar saja jadi normal yang baru.” Pada bagian tersebut, terdengar beberapa kali Cholil berganti nada dasar. Walaupun hanya muncul di sekitar akhir lagu, bagian tersebut adalah bagian yang paling cocok disebut
chorus karena paling mudah menempel di telinga dan diulang paling sering.
Sekarang giliran lagu judul, “Jalan Enam Tiga”. Melansir
The Jakarta Post.com, Cholil mengatakan bahwa judul lagu dan EP terinspirasi dari serial edukasi anak,
Sesame Street. Pada May 2019, persimpangan antara West 63
rd St. dan Broadway di New York memang diresmikan sebagai Sesame Street untuk merayakan 50 tahun serial televisi tersebut.
“Jalan Enam Tiga” juga merupakan salah satu dari dua lagu yang komposisinya diciptakan oleh Poppie setelah resmi menjadi basis ERK pada 2017.
Verse ditambah bagian siulan di tengah-tengah lagu memang cocok jika disandingkan dengan nuansa anak
Sesame Street. Kedua bagian tersebut sedikit mengingatkan telinga pada lagu anak-anak yang penuh pesan persuasif untuk bermain ke suatu tempat walaupun liriknya tidak begitu ke arah sana (anak mana yang paham “bigot” atau “demagog”).
“Eropa, Australia, Asia, Afrika, Amerika Utara, Latin, dan Karibia, Jalan Enam Tiga, semua merdeka.”
Selain (mungkin) menggambarkan keadaan nyata di jalan yang baru diresmikan sebagai Sesame Street, potongan lirik tersebut juga bisa menganalogikan para Muppets yang bisa hidup berdampingan biarpun terlihat begitu beragam. Siapa yang bisa membayangkan si bocah merah Elmo dan burung kuning macam Big Bird bisa hidup berdampingan dengan vampir yang hobi berhitung seperti Count von Count jika tidak ada
Sesame Street atau
The Muppets.
Potongan “tak ada bigotnya, tak ada demagognya” juga menambah kesan bahwa hidup semianarkis macam para Muppets akan mengantarkan kita pada kedamaian.
Jalan Enam Tiga ditutup dengan nomor balada, “Palung Mariana”. Sama-sama diciptakan oleh Poppie, lagu ini menjadi yang terpelan dibanding tiga lainnya. Ada progresi akor-akor
chill masa kini di bagian suara falsetnya entah siapa menyanyikan, “Di Palung Mariana, habis nafas, ada pedih perih, tak terengkuh ampunan.” Bagian
outro-nya mengingatkan kita pada “Putih” dari
Sinestesia.
EP ini bisa menjadi penyegaran bagi para penggemar ERK (yang baru diresmikan sebagai Penerka). Album studio mereka terakhir sudah berumur sekitar lima tahun dan empat trek dalam
Jalan Enam Tiga bisa jadi pengisi kekosongan. Semoga memasuki hampir dekade ketiga karier mereka, karya ERK semakin menjadi-jadi.
Penulis: Abyan Nabilio
Gambar: Youtube/Efek Rumah Kaca