Bicaramusik.id - NonaRia merupakan trio musik yang membesarkan namanya pada pertengahan 2010-an sedangkan Ismail Marzuki menciptakan “Rayuan Pulau Kelapa” pada 1944 dan meninggal 14 tahun setelahnya. Mungkin mereka tidak sempat bertemu tapi ternyata karya mereka tetap bisa melebur. Itu lah yang coba dirangkum dalam konser virtual Crossera: Sampul Surat NonaRia, Sebuah Persembahan untuk Ismail Marzuki yang diselenggarakan pada Jumat (23/10) silam.
Dalam pagelaran dalam jaringan lintas generasi tersebut, Nona Nesia (vokal,
snare), Nona Nanin (
keyboard), dan Nona Yashinta (biola) –ditemani
bassist additional, Victor– menggubah ulang lebih dari sepuluh tembang hit Ismail Marzuki.
Sebenarnya, musik NonaRia dan Ismail Marzuki punya irisan. Beberapa lagu andalan Ismail Marzuki diciptakan saat dan pasca-PD II dan NonaRia merupakan satu dari revivalis-revivalis apa yang dianggap pop zaman itu–bersama beberapa musisi lain seperti Irama Pantai Selatan dan Deredia. Ada nuansa
jazz, ragtime, dan apa yang disebut Bing Slamet sebagai “mambo, kalipso, dan chachacha” dalam musik mereka. Coba saja bandingkan “Rindu Lukisan” versi
Asrama Dara (1958) dan gubahan NonaRia untuk lagu Mocca, “Teman Sejati”. Alat musik ritmis yang digunakan sama-sama punya sensasi bongo khas Kepulauan Karibia.
NonaRia membuka set mereka dengan “Sampul Surat”. Lagu asal 1943 tersebut menceritakan tentang seseorang yang menantikan kabar kekasihnya namun hanya mendapatkan amplop kosong, menunjukkan sisi romantis yang sering kali menemani patriotisme karya-karya Ismail Marzuki.
Setelah itu, Nona Nesia dan kawan-kawan melanjutkan dengan “Rindu Lukisan” dan “Kunang-Kunang” lalu beristirahat.
Ketiga Nona menyapa penonton di rumah dengan cablakan-cablakan khas ibu-ibu Betawi –khususnya Nesia dan Yashinta karena Nanin nampaknya memilih untuk tampil lebih anggun. Mereka mengatakan bawha Crossera ini merupakan acara yang “lintas generasi sekali” dan Nesia berani-beraninya berkata, “Aku kelahiran 2000”. Melihat kemampuan ketiganya, umur bermusik mereka mungkin sama dengan umur anak kelahiran 2000.
Mereka juga mengaku bahwa NonaRia sebenarnya sudah berniat membuat persembahan kepada Ismail Marzuki sejak Mei lalu, bertepatan dengan ulang tahun salah satu pemegang gelar Pahlawan Nasional tersebut. Namun, niat tersebut baru terlaksanakan sekarang.
Selain menunjukkan kemampuan musik mereka, NonaRia juga menambah wawasan penonton dengan membahas sedikit sejarah Ismail Marzuki. Dengan candaan Nesia dan Yashinta, mereka menyebut Ismail Marzuki sebagai “multilevel instrumentalis sekaligus ekonom” saat membahas latar belakangnya sebagai penjual piringan hitam yang bisa bermain berbagai alat musik, seperti piano, saksofon, dan akordeon.
“Siap-siap tisu,” ujar sang vokalis sebelum memulai lagu selanjutnya.
“Bunga Anggrek” pun dibawakan selanjutnya. Lagu tersebut menceritakan tentang seseorang yang ditinggal pergi kekasihnya biarpun sudah berjanji sehidup semati. Tempo pelan yang menyayat hati menambah perih lagu yang dari sananya memang sudah sedih, didukung gesekan stik drum
brush Nesia ke
snare-nya.
Untuk “Bunga Anggrek” sendiri, mereka membahas bagaimana lagu tersebut pernah diterjemahkan ke Bahasa Belanda dengan judul, “Als De Orchideeen Bloeien”.
“Kalau tidak salah ada tentara Belanda yang suka dan akhirnya dibawa ke sana sebelum dibawakan oleh Miss Netty,” kata Nesia.
Nesia meninggalkan stik
brush-nya dan menggunakan jari-jarinya langsung untuk mengetuk
snare drum di lagu “Selendang Sutra” yang dibawakan selanjutnya. Bermain
snare sambil bernyanyi bukan hal mudah namun ia berhasil melakukannya dengan berbagai gaya. Begitulah memang kemampuan ketiga NonaRia, mereka bermain musik bagaikan “anak sekolahan”. Bahkan saat mengisi solo, Yashinta memainkan biola sambil merapal nada di mulutnya, seperti tahu betul not apa yang ia pijit dengan tangan kirinya.
Dua lagu yang dimainkan selanjutnya mungkin yang paling lekat dengan telinga muda-mudi masa kini. Jika mencari kata kunci “Juwita Malam” dan “Sabda Alam” mungkin Anda akan menemukan beberapa video dengan tajuk bertambahkan (Accoustic Cover), (Guitar Version), atau sebagainya. Kedua lagu tersebut pernah digubah ulang oleh Slank dan White Shoes & the Couples Company berturut-turut.
Pembuka tembang Ismail Marzuki berikutnya dibuat se-James Bond mungkin oleh NonaRia. “Sepasang Mata Bola” dimainkan berikutnya. Lagu yang lirik “hampir” di depannya terdengar seperti “Für Elise” jika diulang-ulang ini merupakan salah satu yang berkesan dari Ismail Marzuki buat Nesia. Menurutnya, perpindahan nuansa minor ke mayor lagu ini sungguh menarik. Selain itu, ia juga tertarik dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan dalam lagu tersebut.
“Ini lagu romansa tapi enggak tahu buat cewek ke cowok atau cowok ke cowok,” kata Nesia. Pikiran tersebut terlintas karena menurutnya lirik “Sepasang Mata Bola” cocok disampaikan dari satu pejuang untuk pejuang lainnya.
Setelah lagu tersebut selesai dimainkan, NonaRia berpamitan. Mereka mengungkapkan rasa terima kasih kepada para pemirsa. Ternyata, mantan personel mereka, Rieke Astari yang digantikan oleh Yashinta pada 2016, menjadi salah satu yang menonton penampilan mereka.
NonaRia menutup penampilan dengan “Tinggi Gunung Seribu Janji”. Jika di lagu sebelumnya menyelipkan sampel lagu pengiring mata-mata, di lagu ini mereka menyelipkan potongan dari “One Note Samba”. Standar jazz latin tersebut mereka masukan di intro, tengah, hingga akhir lagu, menunjukkan betapa baiknya perbendaharaan musik NonaRia.
Ke depannya, NonaRia berniat merangkum lagu-lagu yang mereka bawakan di acara ini dalam sebuah album bertajuk
Sampul Surat NonaRia, Sebuah Persembahan untuk Ismail Marzuki. Album tersebut direncanakan rilis pada akhir tahun ini.
Single pertama dari
Sampul Surat NonaRia, Sebuah Persembahan untuk Ismail Marzuki akan dikeluarkan pada 10 November mendatang, bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Penulis: Abyan Nabilio
Editor: Antie Mauliawati