- By : Bicara Musik
- 2020-05-03
Gelombang Alternatif : Playlist Spotify Yang Layak Bersaing Dengan IndieNesia
Bicaramusik.id - Ada banyak jumlah playlist musik yang ada di dalam katalog Spotify, sang raksasa layanan musik digital yang digemari banyak orang di masa ini. Beberapa daftar putar tersebut biasanya disesuaikan dengan beberapa parameter, seperti playlist tentang tren lagu-lagu yang sedang digemari oleh publik, playlist berisi musik yang sesuai dengan beberapa mood atau aktivitas sehari-hari, bahkan playlist yang dikurasi sesuai genre musisi dan lagu yang ditentukan. Karena pada hakikatnya, sebuah playlist memang dirancang untuk memberikan navigasi kisaran musik yang menarik bagi para pendengarnya, entah sekedar untuk mendapatkan khasanah musik yang baru atau hanya membutuhkan jajaran lagu yang sesuai dengan keingin hati sang pendengar.
Beberapa waktu lalu, Spotify resmi meluncurkan hub baru yang bernama Musik Indonesia. Hub tersebut menampung 30 playlist yang berisi lagu-lagu dari musisi Indonesia yang dikurasi sebaik mungkin oleh Spotify untuk menunjukkan keunggulan para musisi asal Indonesia. Layaknya ciri khas sebuah playlist musik, beberapa daftar putar yang terdapat di Musik Indonesia ditentukan oleh beberapa komponen: genre musik, mood, bahkan waktu rilis sebuah karya lagu. Contohnya, playlist Semangat Pagi yang berisi campuran lagu dari berbagai genre untuk menemani sang pendengar ketika hendak memulai harinya. Ada juga playlist Pop Kreatif yang berisi lagu-lagu pop Indonesia fenomenal nan legendaris dari tahun “70-an sampai “80-an.
Untuk jajaran daftar putar yang dikurasi berdasarkan genre musiknya, Spotify memiliki beberapa playlist yang cukup komprensif. Di antaranya ada Lantai Dansa, Hip Hop Indo, dan Jazz Anak Negeri. Dan untuk melengkapi khasanah permusik yang ada di hub Musik Indonesia, Spotify memberikan beberapa playlist istimewa yang melingkupi para musisi dengan musik yang “cutting edge”, yakni ada IndieNesia, Skena Gres, dan Gelombang Alternatif.
Mungkin untuk para penikmat musik dan sering menggunakan layanan Spotify, nama IndieNesia bisa dibilang sudah tidak asing lagi. Biasanya playlist tersebut berisi koleksi berbagai lagu hit dari jajaran musisi bereputasi “mahsyur” yang berada di segmen indie. Ambil contoh daftar putar IndieNesia versi terbaru yang terdapat di hub Musik Indonesia sekarang, beberapa nama musisi yang ada di dalamnya memiliki reputasi dan karya musik yang baik dan sering tampil di berbagai acara dengan skala yang bergengsi. Sebut saja beberapa nama seperti The Panturas –yang wajah-wajah personelnya sempat dipajang sebagai sampul daftar putar tersebut–, Danilla Riyadi, Hindia, sampai Vira Talisa. Nama-nama tersebut mungkin sudah tidak asing lagi bagi para penikmat musik atau bahkan untuk orang-orang pada umumnya. Karena mungkin mereka sering melihat nama-nama musisi itu di baliho ukuran raksasa berisi iklan acara musik megah yang disponsori rokok dan biasanya posisinya ada di persimpangan jalan raya.
Tapi hal yang lebih menarik malah terlihat di satu playlist yang bersanding dengan IndieNesia pada kategori yang sama, yakni daftar putar yang berjudul Gelombang Alternatif. Daftar putar ini berisi 73 lagu dari band-band Indonesia dengan genre variatif. Mulai dari indie pop, punk, shoegaze, sampai eksperimental. Beberapa band yang terkurasi untuk masuk ke daftar putar ini diantaranya ada Grrrl Gang, Texpack, Fuzzy, I, dan Saturday Night Karaoke.
https://open.spotify.com/playlist/37i9dQZF1DXcobGcHE2jjj?si=WMbNeiRsT6aDZFu23VdWDg
Kalau dibandingkan dengan IndieNesia, Gelombang Alternatif memiliki jajaran musisi yang lebih variatif dan berfokus ke genre musik yang bukan selera utama pendengar musik arus utama. Bukan maksud mendiskreditan musisi dan karya yang ada di dua playlist tersebut, tapi kalau merunut lebih seksama kepada hasil kurasi lagu-lagu yang masuk ke IndieNesia dan dibandingkan dengan yang ada di Gelombang Alternatif, seakan-seakan ada hal yang menggamblangkan persepsi publik terhadap istilah “musik indie”.
Hampir seluruh lagu dan musisi pengisi IndieNesia memiliki karakteristik genre yang seragam, yakni formula pop dengan nada-nada yang mudah dicerna oleh pendengar musik atau khalayak umum. Format popnya pun banyak yang diberi sentuhan lain, seperti petikan gitar akustik ala folk atau elemen musik dansa ala new wave. Bisa dihitung tangan band yang tidak bergenre seperti itu di playlist tersebut.
Sementara rata-rata pengisi Gelombang Alternatif memiliki format band yang membawakan genre irisan-irisan musik rock. Contohnya Hong! band asal Tangerang yang sempat masuk dalam daftar putar ini beberapa waktu lalu membawakan punk rock yang cepat, efisien, namun tetap ciamik karena komposisi lagunya yang terasa rapat. Bahkan kalau disimak dengan lebih seksama, lagu Sharespring yang berjudul “Something Soon” yang terdapat di daftar putar tersebut pun sebetulnya sama-sama memiliki nuansa musik “indie” 2000-an ala The Adams –dan kebetulan juga masuk di daftar putar IndieNesia. Singkatnya, lagu-lagu yang ada di Gelombang Alternatif pun kualitasnya tidak kalah dengan tembang-tembang yang ada di IndieNesia. Malah, bisa dibilang seharusnya lagu-lagu yang ada di Gelombang Alternatif sangat layak untuk diberikan perhatian lebih oleh para pendengar musik di skala yang lebih besar.
Mungkin pernyataan ini terkesan sangat hipster, tapi pada kenyataannya memang popularitaslah yang menjadi tolak ukur apa yang bagus dan apa yang kurang diminati oleh banyak pendengar di segmen musik hari ini. Bahkan dari kapan pun. Selalu ada anekdot yang muncul di berbagai sudut tongkrongan atau bahkan forum musik mengenai musik yang bagus itu bukan yang mengikuti selera pasar, tapi memang musik yang memiliki kualitas.
Terbukti dari beberapa musisi yang masuk di Gelombang Alternatif, materi lagu yang mereka punya sudah sangat layak untuk bersanding dengan musisi lainnya yang mengisi IndieNesia. Namun kembali lagi, apakah kesempatan dan guratan nasib akan memberikan kesempatan bagi beberapa band pengisi Gelombang Alternatif untuk mendapatkan exposure yang selayaknya mereka bisa dapatkan? Mungkin pertanyaan itu hanya bisa dijawab ketika tren dan selera kembali berputar.
Penulis: Abyan Nabilio