- By : Bicara Musik
- 2020-02-28
Catatan Perjalanan Saturday Night Karaoke Professional Goofballs Japan Tour 2019 Bagian 2
BAGIAN 2 : SHIMOKITAZAWA MANTEP!
7 Juli 2019
Yang saya ingat, saya terbangun di pagi hari karena terganggu dengan suara ngorok Andresa yang mirip knalpot motor racing. Kenceng banget, jir. Tapi bagus lah, efeknya lebih efektif dari alarm ponsel yang suaranya sering kali kurang keras, haha. Walhasil, saya bangun paling pagi di antara rombongan dan melihat Takara dan Maruko sudah bangun juga. Maruko malah menyuruh saya untuk tidur lagi karena waktu untuk berangkat ke venue masih lama. Bagaimana mau tidur lagi, saya terlalu semangat untuk melakukannya. Karena inilah hari pertama rangakain tur Saturday Night Karaok di Jepang. Hari ini kita akan manggung di Shimokita, suatu distrik di Tokyo yang dinobatkan sebagai daerah paling indie di Tokyo.
Sebelum berangkat, Takara menyuguhi kita onigiri (bola nasi Jepang) buatannya untuk sarapan. Rasanya enak banget, beda deh sama yang biasa dijual di Indom*rt. Selagi makan, Athif berinisiatif untuk mencampurkan onigiri tersebut dengan abon dan basreng yang kita bawa dari Indonesia. Takara dan Maruko tertawa terbahak-bahak saat melihat kita makan seperti itu. Yaaa, namanya juga orang Indonesia, semua jenis makanan bisa dikombinasikan asal cocok di lidah, haha.
Setelah sarapan dan bersiap-siap, sekitar pukul 1 siang waktu Tokyo, kita pun berangkat menuju Shimokitazawa. Cuaca hari itu berawan dan gerimis, cukup aneh mengingat kalau sebetulnya pada waktu itu Jepang sudah masuk musim panas. Saya pun menanyakan hal itu ke Takara dan dia bilang memang kalau mau masuk musim panas yang sebenarnya bakalan hujan. Kasarnya mah penghabisan cuaca dingin. Saya rasa sih, hal itu menguntungkan buat kita. Karena kita agak khawatir akan cuaca musim panas yang katanya super panas dan bisa bikin heatstroke. Tapi saat tahu cuaca tidak akan terlalu panas dan intensitas hujannya pun enggak akan terlalu gede, lega juga jadinya.
Selepas naik kereta dari Ooyama melewati beberapa stasiun, akhirnya kita sampai juga di Shimokitazawa. Athif dan Andresa sumringah banget pas keluar dari stasiun, masih enggak nyangka udah di Jepang. Rencana awalnya, kita mau langsung jalan kaki ke venue manggung malam nanti, tapi pas sampai di sana ternyata masih ada waktu sebelum waktu soundcheck. Akhirnya kita memutuskan untuk nongkrong di Family Mart di dekat venue. Momen nongkrong ini menjadi sangat bersejarah untuk Athif, karena dia akhirnya bisa merasakan membeli “minuman enak” Jepang pertamanya langsung di Jepang, haha! Lain halnya dengan Andresa yang memang tidak minum alkohol, dia lebih banyak jajan cemilan dan minuman bersoda Jepang. Haha pokoknya jajan maksimal deh pas di sana.
Saat kita semua sedang riweuh ngebahas mana cemilan Jepang yang enak, para personel The Hum Hums dan The CCS datang untuk bergabung nongkrong. Kita pun saling berpelukan melepas rindu(?) dengan The Hum Hums, karena terakhir kalinya kita bertemu mereka yakni ketika mereka tur ke Indonesia di tahun 2018. Saya pun melakukan hal yang sama kepada The CCS, karena saya terakhir kali bertemu mereka hanya saat Saturday Night Karaoke tur ke Jepang di tahun 2017 silam. Setelah ngobrol ngalor ngidul tiba-tiba Tomo, drummer The Hum Hums, menunjuk Athif sambil memasang muka cengo khas ala orang Jepang seraya berkata “osake da! Hayaii sugi!” yang kalau diartikan ke Bahasa Indonesia secara sederhana bermakna “anjir mabok ‘lah, masih siang woy!”
Di sela-sela nongkrong, Maruko sudah dihubungi oleh salah satu pengelola venue kalau tempatnya sudah buka dan siap untuk soundcheck. Kita pun segera menghabiskan cemilan kita dan langsung berjalan kaki menuju venue bersama The Hum Hums dan The CCS. Selama perjalanan saya memerhatikan kelakuan Athif, Andresa, dan Bayu. Udah kayak warlok (warga lokal) aja, mereka sudah tidak sungkan untuk bercanda haha hihi sama personel band Jepang lainnya. Kalau sama Hum Hums sih wajar, soalnya udah pernah ketemu sebelumnya. Tapi sama CCS, enggak ada canggungnya! Syukurlah, walaupun ada keterbatasan bahasa, masih bisa nyambung becandaannya –meski seringnya pake bahasa Tarzan yang konyol kalau dipikir-pikir mah.
Sekitar jam tiga sore waktu setempat, kita akhirnya sampai di venue pertama kita untuk rangkaian tur ini, namanya Basement Bar. Tempatnya unik banget, jadi di satu gedung ini ada dua venue musik saling tetanggaan, yang di sebelah Basement Bar. Dan di hari itu, ternyata sama-sama ada gig di waktu yang bersamaan. Tapi bukan Jepang namanya kalau enggak ajaib, walau pun di gedung yang sama, suara musiknya enggak mengganggu satu sama lain. Gokil! Eniwei, setelah terheran-heran dengan keunikan venue musik itu, kita akhirnya dipersilahkan masuk oleh pegawai venue untuk menyimpan barang dan menyiapkan merch di meja yang sudah dipersiapkan. Saat kita masuk ke venue, kita semua melongo enggak nyangka. Ini mah kayak yang di film-film sama komik Jepang tempat manggungnya, euy. Kayak yang di komik BECK haha! Kalau di Jepang, venue manggung kayak gitu tuh disebut live house. Jadi tempatnya enggak terlalu gede, cukup untuk sekitar 100 penonton, tapi layout panggung dan sound-nya wahid. Proper banget lah pokoknya.
Merch sudah kita siapkan, beberapa teman-teman Jepang sudah ada yang sampai venue lebih awal juga untuk menyapa kita, termasuk boss label kita di Jepang, Kazu (Waterslide Records).Kazu lah orang yang bertanggung jawab kenapa kita akhirnya bisa punya rilisan dan tur di Jepang. He’s doing a sick job for promoting us. Standar lah, kita sapa-sapaan dan berpelukan, kangen cuy haha. Kangen juga sama si boss yang satu ini, meski umurnya udah enggak muda lagi, semangatnya dia enggak ada duanya. Kangen sama jahilnya juga sih, kelakuan-kelakuan kayak jitak kepala, selangkangan diraba, pantat ditendang udah lumrah kita terima dari dia. Tapi yaaa, kalau di Jepang itu tandanya kita udah diterima dengan baik dan enggak ada lagi batasan “tamu” antara mereka dengan kita. Jadi, bukan maksud mereka merendahkan kita dengan cara seperti itu, that’s how friendship works in Japan.
Setelah soundcheck dan nge-set semua merch, masih ada waktu sekitar satu jam sebelum acara dimulai, Maruko mengajak kita untuk makan dulu di restoran murah terdekat. Murah? Iya dong, mentang-mentang tur masa harus foya-foya, pengeluaran duit juga harus diatur haha! Pas kita masuk ke restoran, ternyata ada band lain yang lagi makan juga, yakni Crocodile God. FYI, di gig Shimokitazawa ini ada dua band luar negeri yang main, yaitu Saturday Night Karaoke dan Crocodile God. Crocodile God itu band dari Liverpool, Inggris dan bisa dibilang legenda pop punk di sana. Mereka sudah main dari tahun 90-an dan punya fanbase yang cukup oke di Jepang. Keren, fren.
Kita pun akhirnya gabung duduk sama mereka sama ngobrol-ngobrol santai. Mereka kaget pas tahu ini kedua kalinya kita main di Jepang, soalnya di tur ini, Crocodile God baru pertama kali main di Jepang. Mereka bilang kita beruntung banget. Setelah makan, kita semua berjalan kembali ke venue dan apes, gig udah mulai ternyata. Dasar Jepang, semuanya serba on-time. Haha! Band yang pertama main adalah Nerdy Jugheads, masih teman kita juga. Karena udah ngerasa kayak rumah kedua, saya langsung gabung aja ke jajaran penonton, nonton band yang main. Tapi saat saya lihat ke belakang, Athif dan Andresa diam mematung menonton band sambil agak melongo. Pas saya tanya kenapa sampe melongo gitu, Athif bilang “ajig, aing teu nyangka bisa nonton gigs di Jepang. Kayak mimpi.” Ngehe banget.
https://youtu.be/kchHM2fjAXU
Setelah beberapa band main, tiba saatnya giliran kita untuk naik panggung. Wanjir, deg-degan frennnnn. Soalnya ini panggung perdana kita buat di rangkaian tur ini. Pas di atas panggung sebelum main, saya ngecek ke jajaran penonton dan malah jadi bingung. Kok banyak banget ya yang nonton kita ini? Yang ada malah tambah deg-degan ini mah. Ditambah pas saya lihat raut muka Andresa dan Athif juga sama-sama tegang, kacau lah. Akhirnya saya ngakak dulu sebelum memperkenalkan diri ke penonton dan yaaah, lumayan ngobatin deg-degannya lah. Saya pun memulai show Saturday Night Karaoke dengan menyapa penonton, “Konbanwa, Indonesia kara kimashita, Saturday Night Karaoke desu!” yang langsung disambut dengan riuhnya para penonton yang hadir. Jrengggg!
Selama manggung, saya tidak henti-hentinya tersenyum karena semuanya terasa seru dan tidak ada bedanya seperti manggung di Indonesia. Saya masih bisa ngejekin penonton (alhamdulillah, karena bisa bahasa Jepang sedikit. Asli. Sedikit kok. Hehe) dan bikin crowd participation yang langsung klik tanpa harus bikin crowd bingung untuk menerka apa yang saya ucapkan di atas panggung. Yang saya ingat, ketika di tengah-tengah set, ada satu orang Jepang yang berisik banget. Dia selalu berteriak “yeaaaah” atau “f***kkk youuuu”. Saat orang itu berteriak lagi, saya pun reflek membalasnya dengan “are you drunk, motherf*cker? Alright.” Dan disambut tawa oleh banyak penonton. Yeah, crowd control berhasil. Ah, ada satu momen unik yang berkesan banget buat saya. Ada penonton dari Singapura yang membawa anak perempuannya yang masih kecil untuk menonton kita di gig ini. Anaknya dipasangi headphone besar supaya enggak terlalu berisik kali ya buat dia. Terus selama kita main, anak dan bapak ini terlihat seneng banget, nari-nari dan nyanyi bareng. Terharu banget bisa lihat musik kita dinikmati sama semua umur dan berbagai macam orang dari belahan dunia yang berbeda secara langsung.
Overall, show pertama Professional Goofballs Japan Tour berhasil kita libas tanpa kendala dan sangat menyenangkan, sampai-sampai kita dapet encore sampai dua lagu haha! Setelah acara selesai, kita nongkrong-nongkrong di sekitaran venue sambil minum-minum. Kita juga kenalan dan ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang baru yang main musik juga. Athif dipuji sama Liam, drummer-nya Crocodile God, karena permainan drum Athif dianggap “powerful” katanya, eaaaa. Andresa berhasil ketemu sama idola musiknya, Fifi. Fifi bisa dibilang sosok legendaris di scene musik punk Jepang, dia punya band namanya Teengenerate, coba aja googling deh. Ya, intinya gig pertama di Jepang sukses!
Penulis: Prabu Pramayougha
Foto: Bayu Rizky Maulana